VIVAnews - Pemerintah tampak mulai serius membatasi penggunaan bensin bersubsidi, baik premium dan solar. Jika tak ada aral melintang, rencana yang berulangkali tertunda itu akan diterapkan 1 Januari 2011 dengan skala nasional.
"Pembatasan ini langsung berlaku secara nasional, tidak seperti wacana awal yang hanya Jabodetabek," kata Menko Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta, Jumat 26 November 2010.
Hatta menyebutkan pemerintah punya dua pilihan yang akan dibahas dengan Komisi Energi (VII) DPR. Opsi pertama, menetapkan pembatasan konsumsi BBM subsidi bagi semua mobil pribadi atau pelat hitam. Opsi ini diajukan dengan pengecualian, yakni setiap kendaraan berpelat kuning, roda dua ditambah BBM untuk nelayan tetap menerima subsidi.
Opsi kedua, melarang kendaraan pribadi keluaran tahun 2005 ke atas mengkonsumsi BBM bersubsidi. "Dua pilihan itu yang akan didiskusikan dan salah satunya berlaku mulai 1 Januari 2011," kata Hatta.
Tadinya, sempat mengemuka agar sepeda motor juga dilarang mengkonsumsi Premium, namun wacana ini ditentang keras para pengemudi sepeda motor. Akibatnya, wacana ini pun mereda dan tak lagi diusulkan.
Pemerintah bertekad menekan subsidi BBM lantaran subsidi ini menyedot anggaran cukup besar. Tahun ini saja, subsidi BBM dianggarkan Rp 88,9 triliun. Karenanya, pemerintah menargetkan dalam empat-lima tahun ke depan, tidak ada lagi subsidi BBM.
Anggaran itu akan digunakan untuk program yang lebih bermanfaat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan kerja, seperti proyek-proyek infrastruktur yang membutuhkan biaya sangat besar.
Untuk menjalankan pembatasan BBM bersubsidi mulai awal tahun depan tersebut, pemerintah telah menugaskan Pertamina agar menyiapkan segala perangkat yang akan dioperasikan, mulai dari stiker hingga petugas operasional di lapangan.
Namun, sebagai operator, Pertamina menilai larangan konsumsi premium dan solar bagi semua mobil pelat hitam jauh lebih memudahkan bagi operator Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), juga konsumen.
"Sebetulnya, yang kami inginkan opsi yang sederhana dalam pelaksanaannya," kata Vice President Corporate Communication Pertamina, M Harun saat dihubungi VIVAnews di Jakarta. "Operator di lapangan juga lebih dimudahkan dari segi teknis."
Jika membatasi penggunaan premium bagi mobil tahun tertentu, Pertamina mengakui akan ruwet menjalankannya. "Kalau dibatasi mobil tahun 2005 ke atas tak boleh memakai premium, operator meski menghapalkan jenis mobil, kan repot lah," kata Harun.
Meski begitu, kata Harun, Pertamina telah menyiapkan berbagai langkah untuk mengimplementasikan skenario pembatasan penggunaan BBM subsidi. Selain meminta SPBU menambah kapasitas Pertamax, Pertamina juga menyiapkan sarana bagi pengguna Premium yang ingin membeli bensin non subsidi di lokasi yang sama.
"Kami bisa saja mendorong SPBU untuk menerapkan itu, karena margin untuk jenis Pertamax lebih baik dari Premium," ujar Harun.
Kendati demikian, selaku operator, Pertamina hanya bisa menunggu keputusan dari pemerintah. "Apapun putusannya, kami siap menjalankannya."
Ditentang DPR
Proposal belum masuk ke DPR, namun rencana ini sudah mendapat tentangan dari wakil rakyat. Bahkan Anggota Komisi VII dari Fraksi Golkar Satya W Yudha menilai opsi itu wujud kepanikan pemerintah dalam mengatasi subsidi BBM.
Menurut dia, pemerintah tidak seharusnya memaksakan hanya dua opsi yang akan disampaikan ke DPR. Sebab, masih ada opsi-opsi lain yang tentunya bisa diterima masyarakat, sekaligus mengajak pihak lain seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Pertamina.
"Jadi, jangan dua opsi itu saja, mesti ada lainnya," tutur Satya kepada VIVAnews.
Kedua opsi itu, kata dia, hanya bisa memicu terjadinya pengoplosan BBM. Dia mencontohkan, jika hanya mobil tahun 2005 yang dilarang, maka akan muncul cara curang membeli premium dengan kendaraan di bawah tahun tersebut. Sedangkan, bila semua mobil pelat hitam dilarang, mereka akan membeli premium dengan Angkot.
Lantas, apa tanggapan Hatta agar pemerintah mengajukan opsi-opsi lain di luar kedua opsi tersebut? "Hanya dua opsi itu yang terbaik, kalau lainnya apalagi?," kata Hatta balik bertanya. (hs)
"Pembatasan ini langsung berlaku secara nasional, tidak seperti wacana awal yang hanya Jabodetabek," kata Menko Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta, Jumat 26 November 2010.
Hatta menyebutkan pemerintah punya dua pilihan yang akan dibahas dengan Komisi Energi (VII) DPR. Opsi pertama, menetapkan pembatasan konsumsi BBM subsidi bagi semua mobil pribadi atau pelat hitam. Opsi ini diajukan dengan pengecualian, yakni setiap kendaraan berpelat kuning, roda dua ditambah BBM untuk nelayan tetap menerima subsidi.
Opsi kedua, melarang kendaraan pribadi keluaran tahun 2005 ke atas mengkonsumsi BBM bersubsidi. "Dua pilihan itu yang akan didiskusikan dan salah satunya berlaku mulai 1 Januari 2011," kata Hatta.
Tadinya, sempat mengemuka agar sepeda motor juga dilarang mengkonsumsi Premium, namun wacana ini ditentang keras para pengemudi sepeda motor. Akibatnya, wacana ini pun mereda dan tak lagi diusulkan.
Pemerintah bertekad menekan subsidi BBM lantaran subsidi ini menyedot anggaran cukup besar. Tahun ini saja, subsidi BBM dianggarkan Rp 88,9 triliun. Karenanya, pemerintah menargetkan dalam empat-lima tahun ke depan, tidak ada lagi subsidi BBM.
Anggaran itu akan digunakan untuk program yang lebih bermanfaat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan kerja, seperti proyek-proyek infrastruktur yang membutuhkan biaya sangat besar.
Untuk menjalankan pembatasan BBM bersubsidi mulai awal tahun depan tersebut, pemerintah telah menugaskan Pertamina agar menyiapkan segala perangkat yang akan dioperasikan, mulai dari stiker hingga petugas operasional di lapangan.
Namun, sebagai operator, Pertamina menilai larangan konsumsi premium dan solar bagi semua mobil pelat hitam jauh lebih memudahkan bagi operator Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), juga konsumen.
"Sebetulnya, yang kami inginkan opsi yang sederhana dalam pelaksanaannya," kata Vice President Corporate Communication Pertamina, M Harun saat dihubungi VIVAnews di Jakarta. "Operator di lapangan juga lebih dimudahkan dari segi teknis."
Jika membatasi penggunaan premium bagi mobil tahun tertentu, Pertamina mengakui akan ruwet menjalankannya. "Kalau dibatasi mobil tahun 2005 ke atas tak boleh memakai premium, operator meski menghapalkan jenis mobil, kan repot lah," kata Harun.
Meski begitu, kata Harun, Pertamina telah menyiapkan berbagai langkah untuk mengimplementasikan skenario pembatasan penggunaan BBM subsidi. Selain meminta SPBU menambah kapasitas Pertamax, Pertamina juga menyiapkan sarana bagi pengguna Premium yang ingin membeli bensin non subsidi di lokasi yang sama.
"Kami bisa saja mendorong SPBU untuk menerapkan itu, karena margin untuk jenis Pertamax lebih baik dari Premium," ujar Harun.
Kendati demikian, selaku operator, Pertamina hanya bisa menunggu keputusan dari pemerintah. "Apapun putusannya, kami siap menjalankannya."
Ditentang DPR
Proposal belum masuk ke DPR, namun rencana ini sudah mendapat tentangan dari wakil rakyat. Bahkan Anggota Komisi VII dari Fraksi Golkar Satya W Yudha menilai opsi itu wujud kepanikan pemerintah dalam mengatasi subsidi BBM.
Menurut dia, pemerintah tidak seharusnya memaksakan hanya dua opsi yang akan disampaikan ke DPR. Sebab, masih ada opsi-opsi lain yang tentunya bisa diterima masyarakat, sekaligus mengajak pihak lain seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Pertamina.
"Jadi, jangan dua opsi itu saja, mesti ada lainnya," tutur Satya kepada VIVAnews.
Kedua opsi itu, kata dia, hanya bisa memicu terjadinya pengoplosan BBM. Dia mencontohkan, jika hanya mobil tahun 2005 yang dilarang, maka akan muncul cara curang membeli premium dengan kendaraan di bawah tahun tersebut. Sedangkan, bila semua mobil pelat hitam dilarang, mereka akan membeli premium dengan Angkot.
Lantas, apa tanggapan Hatta agar pemerintah mengajukan opsi-opsi lain di luar kedua opsi tersebut? "Hanya dua opsi itu yang terbaik, kalau lainnya apalagi?," kata Hatta balik bertanya. (hs)
sumber : www.vivanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar